Senin, September 07, 2009

Osama..


Bukan Osama bin Laden tapi Osama Rajab Taha, dia adalah salah seorang sahabat yang berasal dari Palestine. Menurut ceritanya sudah sejak kecil dia sudah berada di Kingdom of Saudi Arabia ( KSA ). Meski sudah sejak lama Osama tinggal di Saudi namun kecintaan akan tanah kelahirannya Palestine tidak perlu diragukan lagi. Osama selalu menangis ketika negerinya di bumi hangus kan oleh bom dan rudal milik Zionis Israel.

Sebagai seorang muslim Osama taat menjalankan syariat islam terlebih sholat, ia tak pernah ketinggalan waktu sholat apalagi meninggalkan sholat, ia yang selalu mengingatkan waktu sholat di pabrik tempat kami bekerja “ili, bagi khomsah degiga sholah” (ili, waktu sholat tinggal 5 menit lagi maksudnya). Pun amalan lain yang di anjurkan selalu ia kerjakan. Apa yang ia lakukan sungguh menggambarkan pribadi muslim yang baik. Malu rasanya ketika melihat keseharian dan gaya hidup osama, jangankan menjalankan islam secara kaffah berusaha untuk lebih baik dari kemarin pun sangat berat rasanya buat saya namun osama sebagai seorang sahabat selalu mengingatkan saya “ili semua yang hidup pasti mati dan kalau sudah mati amalan ibadahnya saja yang dapat dibawa jadi berusahalah menumpulkan bekal sebanyak-banyaknya”

Tak jarang osama menegur saya ketika saya sedang mendengarkan atau melantunkan lagu “ili, hadza mafi faedah” katanya (ili itu gak da manfaatnya maksudnya)

Meskipun hingga saat ini yang usinya telah mencapai 37 tahun osama belum juga berkeluarga namun dia tak pernah mengeluh atau bersedih seperti yang sering saya lakukan dia selalu berdo’a agar di berikan jodoh yang terbaik menurut ALLAH katanya “walaupun jodoh saya tidak bertemu di dunia, Insya ALLAH bertemu nanti di akhirat”

Banyak pelajaran tentang kehidupan yang dapat saya ambil dari seorang pribadi osama mulai dari kesabaran dan ketaatannya hingga kehidupan sehari-harinya.

Syukroon ya osama, inta sadiq ana fii dunya wal akhirat….Amin

Mereka juga anak bangsa


Hidup sebagai seorang pelarian bukanlah sebuah pilihan hidup yang tepat, terlebih jika kita berada di Negara orang lain. Namun sepertinya pilihan itu merupakan pilihan yang tepat bagi sebagian orang yang memutuskan untuk menjadi seorang pelarian.

Kingdom 0f Saudi Arabia ( Kerajaan Arab Saudi ) adalah salah satu Negara tujuan para TKI mencari nafkah. Dengan bermodalkan keahlian seadanya dan tekad yang besar mereka berangkat ke Saudi dengan harapan bisa merubah taraf hidup keluarga, para TKI atau TKW ini banyak bekerja pada sector non formal seperti menjadi pembantu rumah tangga, supir, haris ( penjaga rumah ), pelayan restoran dan sebagainya. Pada sector ini tanggung jawab para pekerja ada di tangan kafil/majikan ( atau orang yang menggaji mereka ) dan bukan perusahaan atau pemerintah melainkan perorangan. Tidak sedikit kasus-yang terjadi antara majikan dan pekerja, mulai dari penundaan pembayaran upah, perlakuan kasar hingga pelecehan sexual, terutama ini di alami oleh para TKW.

Kasus-kasus tersebut pada akhirnya menyebabkan mereka berniat untuk lari atau menjadi kaburan, walaupun mereka harus mengambil resiko deportasi atau briman ( di penjara ). Banyak di antara mereka yang di penjarakan terlebih dahulu sebelum di deportasi, karena peraturan di Saudi yang menyatakan bahwa apabila seseorang melarikan diri sebelum masa kontrak selesai ( 2 tahun ), dan kemudian tertangkap namun masih dalam masa kontrak maka seseorang itu harus di penjarakan sampai masa kontrak selesai baru kemudian di deportasi. Sungguh hal yang sangat beresiko akan tetapi memang tak ada pilihan lain demi mempertahankan kehormatan. Namun tidak sedikit pula yang melarikan diri dari majikan atau tempat kerja nya demi mencari penghasilan yang lebih.

Terutama di Jeddah yang banyak sekali saya temui orang kaburan, ini mungkin terjadi karena Jeddah adalah salah satu kota terbesar di Saudi dan menjanjikan banyak pekerjaan bagi orang kaburan, juga karena terdapat tempat pemulangan/deportasi ( tarhil ) yang memang hanya terdapat di Jeddah ( kandara ). Seperti yang di beritakan oleh liputan6.com beberapa waktu lalu.

Di Jeddah orang-orang kaburan ini tinggal di sebuah rumah yang di huni oleh banyak orang yang sering di istilahkan dengan sebutan “penampungan”. Di dalam 1 kamar bisa di huni oleh 8-10 orang, bisa di bayangkan bagaimana sesaknya tinggal disebuah penampuangan. Tapi itu relative ada juga ada juga penampungan yang di huni oleh beberapa orang namun harus membayar sewa rumah yang lebih mahal. Aktivitas orang kaburan pun tak jauh beda dengan orang resmi, mereka bekerja, bersosialisasi dengan yang lain atau bahkan berkeluarga, tidak sedikit beberapa teman saya yang kaburan memiliki anak padaha ini sungguh sangat beresiko, betapa tidak setiap registrasi rumah sakit atau klinik harus di sertakan iqomah ( kartu domisili ), bayangkan bagaimana kalau anak atau istri nya sakit, namun dengan mudah mereka menjawab “hidup itu sudah ada yang ngatur”. Akan tetapi semua aktiitas yang mereka lakukan selalu di sertai rasa was-was dan kepasrahan karena setiap saat mereka bisa saja di tangkap oleh petigas imigrasi atau kepolisian. Saya pun sempat terkejut mendengar bahwa barang siapa jalan atau sedang berada dengan orang kaburan akan di tangkap dan di deportasi sekalipun itu orang resmi. Padahal banyak teman saya yang menjadi orang kaburan, sungguh sangat di sesalkan namun tetap berusaha menjaga tali silaturahmi sesama anak bangsa. Orang kaburan bukanlah penjahat melainkan orang-orang yang berjuang demi hidup yang lebih baik, siapapun tak ada yang mau menjadi orang kaburan di Negara orang lain namun itu pilihan yang mungkin terbaik daripada harus mati di negeri sendiri karena kelaparan.

Ya ALLAH terima kasih atas semua nikmat yang telah engkau berikan sehingga aku merasa lebih beruntung di banding mereka. Untuk sahabat teruslah bejuang meraih hidup yang lebih baik dan tetaplah berdo’a semoga ALLAH selalu menyertai kita AMIN.