Jeddah merupakan salah satu kota terbesar d kerajaan arab Saudi yang terletak di tepian laut merah. Sebagai kota dagang Jeddah di lengkapi dengan fasilitas yang cukup memadai, mulai dari Bandar udara, pelabuhan, kantor perwakilan Negara dan lain sebagainya.
Sebagai kota sentral perdagangan Jeddah di padati oleh banyak orang dari berbagai Negara. Mulai dari negara2 tetangga d timur tengah, afrika, eropa, amerika dan asia termasuk Indonesia, sehingga menjadikan Jeddah sebagai kota cosmopolitan dengan berbagai kebudayaan. Selain itu Jeddah juga merupakan tempat transit para jamaah haji dari berbagai Negara yang membuat Jeddah amat sangat pada musim haji.
Berawal dari keingin tahuan yang lebih banyak tentang kota Jeddah akhirnya saya memberanikan diri untuk berkeliling menyusuri kota Jeddah sambil mengisi waktu libur di hari jum’at.
Kali ini saya berniat berkunjung ke district Al-Kandariyyah yang terletak Jeddah bagian utara. Selepas menikmati sarapan tamis (roti arab) dan sahi (teh campur susu). Saya berangkat dengan menumpang hafla alat alat transportasi favorit saya yang cukup dengan 2 real saja ke tempat yang di tuju. Kendaraan sejenis mini bus yang memang terlihat usang akibat kurangnya perawatan dari sang pemlik, tanpa mukayyif (AC) di tambah suasana hafla kali ini memang terasa sesak karena penuhnya penumpang, tapi masih beruntung saya berangkat pagi karena udara luar belum begitu panas dan para penumpang hafla masih segar tanpa keringat sehingga saya masih bisa menikmati perjalanan. Jeddah memang pusatnya perdagangan, selama di perjalanan hanya terlihat barisan kios2 atau swalayan bahkan pasar tradisional, menikmati itu saya jadi kangen akan kampung halaman yang jalan menuju rumah hanya menampilkan hamparan sawah yang luas sesekali perkampungan warga. 25 menit sudah saya nikmati perjalanan dari tempat tinggal saya akhirnya sampai juga di suhaifa. Sebrang jalan suhaifa sudah termasuk wilayah Al-Kandariyyah. Al-Kandariyyah atau kandara terbagi dalam tiga kawasan yaitu kandara 1, 2, dan 3. Terlihat banyak bangunan hotel dan pertokoan berjajar di depan district ini menutupi perkampungan yang sangat padat dan sedikit tidak teratur.
Dengan berjalan kaki saya menyusuri kandara yang sangat padat dan ramai, banyak terlihat orang2 berlalu lalang, orang India, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan arab menandakan daerah ini sudah banyak di huni oleh warga pendatang yang membaur dengan warga setempat.
Persimpangan demi persimpangan terlewati akhirnya sampai di persimpangan terakhir terlihat ada baqala (toko) Indonesia yang menandakan bahwa banyak terdapat orang2 indo yang bermukim di daerah ini. Saya pun mampir sejenak untuk membeli minuman dan membeli pulsa karena saya hendak menelpon salah seorang teman yang katanya tinggal di daerah ini. Sambil minum asir (jus) mangga yang saya ambil dari lemari es toko saya berbincang sedikit dengan penjaga toko tersebut. Menurutnya banyak orang2 indo yang bermukim disini terlebih yang kosongan (tanpa berkas resmi). Mereka sering berbelanja kebutuhan sehari di toko ini terlebih makanan indo yang banyak terdapat di toko ini. Beberapa saat kemudian masuk 3 orang wanita setengah baya menggunakan abaya (baju hitam khusus wanita khas arab) lengkap dengan cadar dan terlihat hanya sorotan mata dari mereka. Setelah mendapatkan barang yang mereka beli mereka menghampiri penjaga toko untuk menanya kan berapa harga belanjaan mereka. Di lihat dari belanjaan mereka yang terdiri dari bahan masakan seperti beras, tahu tempe, sayuran, minyak goreng dan beberapa bumbu dapur, yang lain nya ada yang membeli peralatan mandi. Setelah selesai melakukan pembayaran mereka langsung berlalu pergi dengan barang belanjaan yang baru saja mereka beli. Tersadar kalau saya harus menelpon teman akhirnya telpon yang kebetulan dia lagi d rumah lalu dia menyuruh saya untuk menunggunya di toko ini karena dia akan menjemput saya di toko ini. Beberapa saat setelah saya telpon dia datang menghampiri saya dan langsung mengajak saya ke rumahnya yang terletak tidak jauh dari baqalah yang saya singgahi tadi.
Farid seorang teman yang berasal dari sampang-madura adalah salah satu TKI yang melarikan diri dari kafil atau majikan karena mendapatkan pekerjaan dan gaji yang tidak sesuai dengan kontrak kerja yang di sepakati ketika masih di PJTKI di Indonesia. Dengan beberapa orang lainnya farid tinggal rumah kontrakan yang tidak begitu besar tapi di huni oleh banyak orang untuk meringankan biaya rumah yang mereka keluarkan setiap bulannya. Banyak cerita2 sedih dan mengharukan yang saya dengar dari para penghuni rumah kontrakan. Dari beberapa orang penghuni rumah ternyata ada salah seorang yang satu daerah dengan saya. Sebut saja Iyam seorang wanita 28 tahun yang sudah bekerja di Saudi kurang lebih 4 tahun, bahkan sudah 2 ganti majikan. Namun di majikan yang ke-3 setelah Iyam pulang kampung, Iyam berniat kabur karena tidak tahan dengan perlakuan majikan yang semena2 yang akhirnya menghantarkan Iyam ke Jeddah dan bekerja disini. Demi anak dan orang tua nya Iyam rela kerja di Saudi karena suami yang ia harapkan pergi meninggalakan nya tanpa membiayai anak mereka yang tengah menginjak remaja. Keasyikan perbincangan kami terhenti oleh seruan adzan yang memanggil kaum laki2 untuk melaksanakan sholat jum’at. Dan kami bersegera untuk bersiap berangkat ke mesjid.
Selepas sholat jum’at kami kembali ke rumah kontrakan, dan naluri perut sudah memanggil genderang2 usus sudah berbunyi sering otak dan hati sudah dengan kompaknya bernyanyi lapar. Tapi memang dasarnya sudah rejeki rupanya hari itu ibu yang tinggal di rumah masak masakan yang cukup special, semur jengkol, tempe oreg dan ikan asin, benar2 membuat genderang usus berbunyi kencang. Kami pun makan bersama di tengah rumah dengan lahapnya apalagi teh iyam mebuatkan saya sambal serasa ada di karawang. Walaupun tak ingin cepat2 keluar dari rumah itu tapi juga tak ingin untuk berlama-lama, merasa tidak enak dengan penghuni rumah yang lain. Akhirnya selepas makan saya mengajak farid untuk keluar mengantarkan saya berkeliling kandara. Kemudian farid mengajak saya berkunjung ke rumah temannya yang istrinya orang sunda juga. Setelah berjalan kaki kurang lebih 15 menit akhirnya kami sampai di rumah teman farid yang masih berada di kandara.
Lain dengan rumah kontrakan farid yang di huni oleh banyak orang, rumah temannya cenderung lebih rapi karena memang hanya d huni oleh 2 keluarga. Teman farid berasal dari cirebon dan istrinya dari bandung. Sebut saja mas dan eteh, c mas adalah orang resmi yang bekerja di pabrik karpet dan c eteh nya orang kosongan yang lari dari majikannya. Mereka menikah di Saudi dan sudah menjalani rumah tangga selama kurang lebih 2 tahun. Mereka di karuniai sepasang putra kembar yang di beri nama Hasan dan Husein yang berumur 8 bulan. Si mas berniat memulangkan istrinya ke Indonesia karena sebagai seorang pekerja biasa si mas merasa tidak mampu membiayai kehidupan anak istrinya di Jeddah. Dia bercerita untuk membeli susu formula saja dia harus membelanjakan 900 real, padahal gaji yang dia terima tiap bulannya tidak mencapai 3000 real. Pada akhirnya niat si mas di dukung oleh kebaikan si eteh telah mereka sepakati. Namun karena si eteh ini adalah seorang kaburan terpaksa si eteh harus pulang melalu jalan tarhil (deportasi). Sudah dapat saya banyangkan betapa repotnya c eteh pulang dengan 2 orang anak kembar yang masih berumur 8 bulan sendirian tanpa di temani oleh suami.
Hari ini saya banyak mendapatkan pengalaman hidup dari mereka yang bisa saya jadikan catatan dan bahan renungan, hidup itu memang tidak selalu indah, ada kesedihan dalam kebahagian, ada bahagia dalam kesediahan. Cinta dan cinta bisa berjalan beriringan sepanjang rasa syukur terpatri di hati kita. Akhirnya selepas insya saya pulang ke al-wajereyyah dengan membawa banyak cerita. Sebelum pulang saya dan farid mampir di rumah warung sate yang terdapat di suhaifa untuk makan malam, selepas makan saya langsung bergegas menuju pemberentian hafla untuk kembali pulang, lambaian tangan farid menghantarkan kepulangan saya…syukron ya akhi.!!